Perempuan yang akrab disapa Bu Tatang ini nampak tengah tengah sibuk menyapa sejumlah tamu direstaurannya, rata-rata tamu yang datang mampir makan direstauran ini bersal dari Jepang dan Eropa.
“ Silahkan mas, maaf ya, ini saya harus menyapa semua tamu yang datang. Ini bagian dari pekerjaan saya,”ucap Valentina Sutini sembari mempersilahkan duduk wartawan koran ini.
Usai menyapa semua tamu, Bu Tatang kemudian duduk satu meja berbincang dengan saya. Dia mengaku, bahwa meskipun posisi dia di restauran asia sebagai Direktur, tiap ada tamu baik turis domestik maupun mancanegera yang mampir makan di restaurannya dia selalu menyapa satu persatu. Cara ini dilakukan untuk menjamu tamu agar merasa nyaman dan betah menikmati makanan yang disajikan restaurannya.
“ Ini bagain dari service terhadap tamu direstauran saya, supaya betah dan akrab, dengan cara ini saya yakin kalau mereka ke Wonosobo akan mampir kesini lagi,” aku perempuan kelahiran Jogjakarta 9 Pebruari 1965.
Jabatan sebagai Direktur Restauran dan Perhotelan diakui Bu Tatang baru berlangsung sejak tahun 2005. Dalam memegang dua bisnis jasa ini dia tergolong sukses, Resaturan Asia misalnya, merupakan restauran yang cukup dikenal di kota dingin yang kerap didatangi para turis dari mancanegara. Sedangkan Hotel Suya Asia merupakan salah satu dari dua hotel berbintang yang ada di Wonosobo.
Dalam menjalankan bisnis ini, ibu tiga putra ini dibantu oleh 50 karyawan. Bu Tini mengaku bahwa sebetulnya latar belakang pendidikan dia tidak nyambung dengan kedua jenis bisnis yang dia jalankan saat ini. Karena dia hanya lulusan pendidikan SMA. Posisi yang dia tempati saat ini karena dia menggantikan suaminya Tatang Hariyanto (alm) yang telah meninggal tahun 2005.
“ Sebelum suami meninggal, saya sifatnya hanya membantu, semua urusan manajemen suami saya yang pegang,”katanya
Sepeninggal suami, Bu Tatang mengaku dia sempat mengalami keterpurukan hingga 5 bulan. Pasalnya saat suami tercintanya meninggal dia harus mengelola dua bisnis warisan suaminya tersebut. Di sisi lain, sebagai ibu dia harus membesarkan ketiga anaknya yang juga harus mendapatkan kasih sayang. Awalnya dia tidak yakin bisa menjalani keduanya, selain hanya lulusan SMA, selama suami masih hidup posisi dia hanya membantu melancarkan usaha suami sebagai marketing. Sehingga saat dia harus memegang menajemen sebagai direktur dia cukup gagap ditengah kesedihan karena suami tercinta menuju jalan abadi.
“ Saya betul-betul terpuruk, anak saya yang pertama masih sekolah di Amerika butuh biaya pendidikan, yang dua mau masuk kuliah, saya betul-betul terpuruk,”aku perempuan yang menikah pada 25 September 1983 ini.
Ditengah keterpurukan tersebut, rupanya Bu Tini mampu bangkit dan memasuki semangat baru. Motovasinya karena dia ingat bahwa anak-anak harus tumbuh dan sukses. Selain itu, kedua perusahaan perhotelan dan restauran harus tetap berjalan. Karena dia ingat bahwa kalau dia tetap terpuruk dia hanya keluarganya,namun 50 keluarga pegawainya akan mengalami masalah apabila sampai perusahaan merugi.
“Masa depan anak-anak saya dan 50 pegawai saya benar-benar menjadi motivator membangkitkan saya untuk berani memegang posisi direktur, karena memang tidak ada orang lain,”katanya
Kendati sebelumnya hanya membantu suaminya dalam menjalankan manajemen bisnisnya, Bu Tini tergolong cerdas dan belajar cepat. Dalam menjalankan manajemen Restauran Asia misalnya, dia tetap memegang prinsip-prinsip yang menjadi ciri khas restauran yang berdiri pada tahun 1933 dengan nama Canton tersebut. Utamanya dalam penyajian makanan khas China dan Eropa. Sedangkan untuk perhotelan, dia harus belajar mengenai manajemen, karena sebelumnya dia hanya menjadi marketing di bisnis tersebut.
“ Kita bersyukur, kedua bisnis ini jalan dan berkembang, dulu kerepotan bayar kredit bank, sekarang lancar,”katanya
Kesuskesan Sutini tidak hanya dalam mengelola bisnisnya, dalam memebesarkan anak-anaknya misalnya, sekalipun single parent ketiga anaknya tergolong sukses dalam menempuh pendidikan. Keberhasilan itu diwujudkan oleh Ike Puspa Dewi anak pertamanya yang mampu menyandang gelar sarjana sejarah seni dari salah satu perguruan Tinggi di Amerika dan menlanjutkan S2, Robby Hariyanto menjadi Dokter lulusan Atmajaya dan Sherly Hariyanto mearih gelar sarjana Parahiyangan Bandung.
“ kedua hal ini harus sukses, anak –anak saya, serta bisnis, karena kalau bisnis pailit tidak hanya keluarga saya yang sengsara, para keluarga karyawan akan merasakan hal yang sama,”katanya (ibnu chamid)
*****
Sumber: eWonosobo