Pada setiap akhir tahun pelajaran anak-anak SMA/MA/SMK (selanjutnya hanya disebut SMA untuk mempersingkat) harus menempuh Ujian Nasional (unas). Dan dari tahun ke tahun berbagai berita yang menyangkut Unas baik yang kontroversial maupun yang biasa-biasa saja senantiasa memenuhi media massa. Anehnya begitu pelaksanaan ujian itu selesai maka berita tentang sekolah SMA dan muridnya yang sudah lulus seolah lenyap begitu saja.
Media dan masyarakat seolah-olah sudah lupa bahwa permasalahan yang dialami anak-anak yang lulus SMA belum selesai. Bagi saya – dan mungkin juga Anda – saat saat yang kritis bagi anak SMA sebenarnya justru bukan pada saat Unas, karena pada Unas mereka hanya diberikan dua pilihan, lulus atau tidak.
Akan tetapi jika sudah dinyatakan lulus itulah justru saat-saat yang sangat menentukan bagi mantan siswa SMA. Mengapa? Karena pilihan yang ditentukan pada saat paska kelulusan itulah yang justru akan berdampak besar bagi kehidupan selanjutnya.
Apapun pilihan itu asalkan dilakukan dengan sadar InsyaAllah membawa akan kebaikan. Tetapi permasalahan utamanya adalah banyak di antara lulusan SMA tersebut yang salah dalam menentukan pilihan. Saya salah satu contohnya! Saya yang saat itu ingin kuliah mendalami ilmu sastra justru masuk jurusan kependidikan. Hal ini menurut saya karena kurangnya informasi yang saya dapatkan dan sekolah tidak memfasilitasi secara penuh untuk masalah konsultasi dan pemilihan jurusan ini. Nggak apa-apa sih karena sudah terlanjur dan akhirnya saya bisa menikmatinya.. tetapi kalau dipikir-pikir lagi justru itu suatu kecelakaan.
- Mau kerja? Nggak punya keterampilan!
- Yang sudah punya keterampilan seperti alumni SMK? Nggak tau gimana menembus lowongan kerja? Dan segala hal yang terkait dengannya.
- Yang mau berwirausaha? Nggak tahu harus memulai darimana?
Permasalahan lain yang memprihatikan adalah justru mereka yang tidak bisa melanjutkan kuliah ini prosentasenya yang justru lebih besar. Menurut sebuah sumber yang penah saya baca alumni SMA di Jawa Timur hanya sekitar 30% saja melanjutkan kuliah, hal ini dikuatkan dengan pengamatan di lapangan. Saat saya membantu sebuah LSM dengan melakukan perjalanan saya keliling SMA-SMA di Jawa Timur dan Jateng selama beberapa tahun untuk melakukan pembinaan, saya mendapati prosentase yang kurang lebih sama apalagi di kota-kota kecil dan kabupaten pinggiran. Itu data yang ada di sebagian pulau Jawa. Saya tidak tahu jumlah prosentasenya di luar wilayah itu tetapi menurut prediksi saya jumlahnya kurang lebih sama atau bahkan lebih besar.
”Saya nggak tahu Unbraw itu uangnya sudah banyak kok masih mahal untuk masuk ke sini ” keluhnya.
Namun bagi saya hal lain yang justru menyedihkan adalah kerena mereka para alumni SMA inilah sebenarnya yang merupakan angkatan kerja yang produktif yang tidak termanfaatkan dengan baik. Hanya karena ketidaktahuan dan keterbatasan informasi yang sampai kepada mereka, maka yang terjadi mereka justru menjadi beban buat keluarga, masyarakat dan bangsa. Alih-alih bekerja untuk sekedar bertahan hidup mandiri dan mencukupi kebutuhan sehari-hari saja mereka tidak mampu. Pada akhirnya menjadi sebuah akumulasi yaitu menjadi penyumbang terbesar jumlah pengganguran di negeri kita tercinta.
Saya tahu bahwa mungkin ada beberapa hal yang akan saya sampaikan dalam panduan itu mungkin ada yang tidak pas di lapangan. Tetapi saya berharap dengan saya publish secara berkala di sini ada diantara anda yang peduli dan mau berbagi dengan saya untuk sekedar membantu adik-adik kita. Bagaimana?
*****
Catatan: Serial ini adalah edisi revisi dari tulisan yang telah terbit di blog saya http://hmcahyo.blogdetik.com dengan judul Gak Kuliah Gak Kiamat ! yang sudah sampai edisi 25. Revisi ini saya lakukan untuk meng-update informasi yang terkini.
*****
Gambar dari sini