Ikhlas Menerima Takdir

Diposting oleh hmcahyo on Senin, 25 Oktober 2010

oleh

Abrar Rifai



Karena mencari sebuah catatan lama, yang saya tulis duluuuu, sebelum ada komputer, saya sampai harus membongkar tumpukan kertas-kertas lama di rumah saya. Kebetulan catatan tersebut terkait dengan pengajaran saya saat ini di pesantren. Jadi saya betul-betul membutuhkannya. Tapi, yang saya cari tak juga ditemukan. Malah saya menemukan suatu catatan lain yang ternyata lebih saya butuhkan dan lebih bermanfaat bagi saya.

Banyak orang yang mencita-citakan suatu profesi tertentu untuk digelutinya. Ada yang ingin jadi dokter, sehingga dia betul-betul serius belajar, ikut bimbingan ujian SMPTN dan lain sebagainya. Tapi ternyata pada saat pengumuman SMPTN dia tak menemukan namanya diantara nama-nama yang lolos untuk masuk fakultas kedokteran yang di-inginkannya. Malah namanya tercantum di fakultas lain, yang sebenarnya adalah pilihan kedua.

Berhasil masuk ke fakultas yang diharapkan, juga ternyata tidak serta merta mengantarkan seseorang untuk menggeluti pekerjaan sesuai dengan latar belakang pendidikannya. Sebagai contoh, Taufik Ismail yang seorang dokter hewan, sekarang malah jadi penyair. Begitu juga dengan seorang teman sekota saya, perempuan, sekolahnya dulu adalah kebidanan. Tapi sekarang dia malah sibuk jualan komputer, bukannya jadi bidan. Dan bahkan, ketika dulu saya pernah ikut kerja pada seorang bos PJTKI, saya mendapati diantara nama-nama TKW yang akan diberangkatkan ke Hongkong adalah seorang dokter...!

Pun demikian dengan pasangan hidup saya saat ini, terus terang dia bukanlah perempuan yang sesuai kriteria saya dulu. Sebagaimana menurutnya, saya juga bukanlah kriteria laki-laki idamannya :) . Tapi, ternyata Allah menjodohkan kami. Sampai sekarang kami telah hidup bersama selama sembilan tahun menjelang sepuluh tahun. Allah telah mengkaruniai kami tiga orang anak. Walau tak lepas dari berbagai riak, dan terkadang juga badai, tapi kami merasa bahwa kami hidup bahagia.

Hidup di dunia, kita memang harus punya orientasi. Kita harus punya keinginan, cita-cita dan harapan. Kita harus berupaya semaksimal mungkin untuk mewujudkannya. Kita harus rajin belajar, kuliah sesuai dengan bidang yang kita inginkan, dan banyak berdoa semoga Allah mengabulkan keinginan-keinginan kita. Disamping itu, kita juga harus pandai membina hubungan dengan orang-orang yang kita anggap dapat membantu kita memenuhi harapan-harapan kita.

Tapi kita harus sadar, bahwa sebenarnya Allah adalah lebih tahu tentang kita. Karena memang Dialah Pencipta kita. Allah lebih tahu tentang apa yang kita butuhkan. Allah lebih tahu tentang baik dan tidaknya keinginan kita. Allah lebih tahu tentang sesuai atau tidaknya cita-cita yang kita damba. Allah lebih tahu tentang pasangan yang cocok bagi kita. Dan yang pasti, adalah bahwa kita sungguh tak berdaya untuk melawan keperkasaan Allah. Sebagaimana firman-Nya:

Kalian diwajibkan berperang, padahal itu tidak kalian sukai. Tapi, boleh jadi kalian tidak menyukai sesuatu, padahal itu baik bagi kalian. Dan boleh jadi kalian menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagi kalian. Dan Allah-lah yang mengetahui, sedang kalian tidak mengetahui. [al-Baqarah:216]

Kalau sudah begitu, yang harus kita lakukan ialah belajar untuk lebih cerdas menerima segala ketentuan Allah. Kita harus lebih pandai membaca segala skenario Allah yang telah ditulis-Nya untuk kita. Setelah itu, kita harus pintar untuk memainkan setiap peran yang telah Allah pilihkan untuk kita. Jadi apapun kita, itu tidak penting. Tapi, yang penting, kita harus bermain sebaik-baiknya. Untuk kemudian kelak kita memperoleh award dari Allah pada "malam puncak award" yang akan dilaksanakan setelah yaumul hisab....

Wallahu’alam

****
Foto dari sini